Kamis, 27 Mei 2010

Alberthiene Endah: Ratu Metropop Indonesia

Chicklit karya penulis Indonesia yang diterbitkan oleh penerbit Indonesia lebih sering disebut Lajang Kota atau Metropop. Maksudnya mungkin ini cerita wanita muda metropolitan yang kental dengan budaya pop. Atau mungkin wanita muda yang suka naik metro mini sambil dengerin musik pop. Nggak tau juga…

Sejauh ini cuma tiga penulis metropop yang pernah saya baca (sejauh yang saya ingat tapi, mungkin lebih, tapi saya males ngaku): Clara Ng, Tria Barnawi, dan Alberthiene Endah. Penulis pertama, buku yang pernah saya pernah baca hanya: “Indiana: The Chronicles”. Dan setelah itu saya nggak nafsu lagi cari buku-bukunya yang lain. Kurang pas aja dengan selera saya. Penulis kedua saya hanya pernah baca bukunya “The Lunch Gossip”. Not so bad-lah. Tapi nggak kepengen sengaja nyari bukunya lagi. Saya bikin perumpamaannya begini: saya pernah nyobain makan nasi goreng kambing, karena penasaran aja. Tapi setelah makan saya memutuskan kalo saya nggak suka (karena bau kambing) dan nggak kepengen makan lagi. Itu untuk penulis pertama. Saya juga pernah makan soto mie. Lumayan sih, tapi saya hanya akan makan itu lagi kalau saya nggak punya pilihan lain. Dan nggak akan pernah saya sengaja muterin kota cuma buat beli soto mie. Itu untuk penulis kedua.

Sedangkan penulis ketiga, Alberthiene Endah, saya menemukan Sophie Kinsela (my favorite chicklits author) di gaya bertuturnya. Jadi artinya ya lumayan cocok. Karyanya yang pertama saya baca adalah “Cewek Matre.” Itu karya yang lahir saat The Devil Wears Prada sama The Confession of Shopaholic lagi laku di pasaran. Jadi ceritanya satu model. Tentang kehidupan cewek lajang di tengah dunia konsumerisme sehingga hari-harinya dikelilingi oleh gemerlap barang-barang branded.

Cewek Matre bercerita tentang Lola, seorang humas radio yang dengan gajinya yang nggak bisa disebut tinggi itu dia tergoda untuk mengikuti gaya hidup teman-teman kantornya yang borju (yang istri atau anak dari pengusaha sukses atau menantu pejabat atau presenter kondang). Bukannya berusaha mengoptimalkan keahlian profesionalnya atau alternatif lain yang terhormat, Lola lebih memilih untuk menggunakan kelebihan fisiknya untuk mendapatkan berbagai benda fashion impian dengan cara menebarkan pesona kepada laki-laki berduit. Tentu saja dengan konsekuensi yang tidak ringan. Dan baru setelah semuanya bisa dikatakan terlambat, Lola menemukan kalau kelebihan fisiknya bisa dimanfaatkan untuk merebut peluang lain yang less risky: jadi model.

Lumayan menghibur sih. Ceritanya mengalir, beberapa bagian sempat membuat saya tertawa. Yang agak mengganggu cuma kalau Mbak Alberthine lagi nyoba make bahasa Inggris untuk dialog tokoh-tokohnya. Maksa banget! (Ok, I understand that that Philip guy spent most of his life in the US. The problem is not with Philip, but with Ms. Alberthiene herself when she tried to use her poor English for Mr. Philip!).

Karya Albethine selanjutnya yang saya baca adalah “Selebriti”. Inti ceritanya tentang si Icha gadis dari kota kecil yang nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba, jreng, jreng…! Dia ditawari jadi manajer selebriti. Dari satu selebriti ke selebriti yang lain. Mulai dari penyanyi dangdut, penyanyi rap, sampai penyanyi pop, lengkap dengan segala suka-dukanya, sebelum dia mengakhiri karirnya jadi (silahkan tahan napas)…manajer grup penari ronggeng di kampungnya sendiri!

Sekali lagi, lumayan menghibur, selama kita nggak berharap terlalu muluk dari karya yang satu ini. Cuma buat sekedar cengar-cengir sendiri aja sih dapet-lah. I mean, come on this is only a metropop. It would be too much if you expect a worth quoting or philosophic dialogues or anything of a literature’s quality. Beberapa bagian kelihatannya merupakan curcol (curhat colongan) dari selebriti real yang wajar saja didapat Alberthine sebagai penulis yang dekat dengan dunia selebriti.Asik juga buat main tebak-tebakan...

Terakhir saya membaca “Nyonya Jetset”. Awalnya saya nggak terlalu tertarik untuk membeli sampai saya melihat keterangan di buku yang menyebutkan “based on a true story”. Weits, menggoda juga nih! Siapa tahu saya bisa main tebak-tebakan lagi! Kalau dari cerita sih lumayan tragis juga hidupnya. Seorang model (Roosalin) yang menikah dengan anak konglomerat yang rada nggak beres mentalnya, juga mental keluarganya. Hanya indah pada saat bulan-bulan ‘promosi saja’, selebihnya si Roosalin baru menyadari kalau dia ternyata menikahi seorang psycho!

Again, it’s quite entertaining. Dengan akhiran yang setipe dengan Cewek Matre. Sang tokoh terbebas dari jerat kehidupan yang kelam dan siap menyongsong masa depan yang lebih bermartabat. Tapi, satu hal yang saya agak merasa ‘tertipu’. I failed to get a clue who Roosalin is in the real life, even after I gave full attention on the details of her life! Ada kaitan sama keluarga konglomerat ‘B’ nggak ya? Hehehe….

Yah, lepas dari perdebatan dari segi kualitas, cerita-cerita Mbak Alberthiene enak untuk dibaca. Gaya bertuturnya mengalir, dan ide-ide ceritanya banyak yang menarik pembaca untuk nggak sekedar membaca dari sinopsis di sampul belakang. Kalo harus bikin perumpamaan dengan makanan lagi, ya bakso lah! Meskipun bukan jenis makanan bergizi tapi saya nggak akan nolak kalo ditawarin lagi, atau malah kadang sengaja nyari kalo lagi pengen selingan makanan.

Jadi kalau menurut saya, dibanding para penulis metropop lainnya sih Mbak Alberthiene masih ratunya!

DN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar