Jangan salah, saya juga sering mengalami kejadian seperti itu. Bukan dengan benda-benda fashion tapi, melainkan dengan bacaan atau buku! Bener lho, seringkali sebuah buku kelihatan menarik saat dibaca sinopsisnya di toko buku atau baca resensinya di media. Tapi begitu ia sudah ditangan, nggak jarang kita jadi nggak mood buat baca buku itu. Atau waktu akhirnya dibaca, baru beberapa lembar ternyata gaya tulisannya atau terjemahannya nggak enak dibaca. Wassalam deh.
Padahal kita kan sudah sepakat bahwa kekayaan bacaan itu dihitung dari apa yang kita baca, bukan apa yang kita miliki. Jadi buku-buku saya yang belum terbaca (habis) tersebut lebih tepat disebut hiasan rak buku ketimbang koleksi bacaan. Tapi yah, bukan cuma rocker yang juga manusia, seorang bacamania seperti saya juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan…
Barusan saya melongok ke lemari buku saya dan menemukan buku-buku yang sudah menjadi bagian dari koleksi saya tapi belum pernah tersentuh atau hanya terbaca di beberapa bab pertama, diantaranya: Confession of an Economic Hit Man—John Perkins (kehilangan mood, but I’ll finish it someday), Princess Masako—Ben Hills (gaya tulisannya nggak enak), The Guy Next Door—Meg Cabot (terlalu mengada-ada, mana ada orang satu kantor komunikasinya melalui email melulu, nggak pernah copy darat apa?), For Better and Worse—Carole Matthew (nggak selucu yang diharapkan), Kronik Betawi—Ratih Kumala (nggak mood), Madrasah Kampung Sawah—Alang Alang Timur (Laskar Pelangi banget, tapi dalam versi yang mengada-ada), Senandung Cinta di Rumah Kayu—Dee dan Kuti (it was a mistake which happened when you judge a book only from its cover), …and many more (!).
Kebalikan dari buku-buku yang belum sempat terbaca itu, ada buku-buku yang saya senang-senang saja untuk membaca ulang. Contohnya buku-buku Agatha Christie. Beberapa buku malah saya baca ulang lebih dari 1 kali kalau saya pikir saya sudah mulai lupa-lupa ingat sama ceritanya. Suami saya sampai nggak habis pikir dan berkomentar: “Ngapain sih dibaca lagi?” Itu pertanyaan standar yang sudah sering dia lontarkan tapi sampai sekarang nggak bisa saya jawab dengan pasti (jawaban standar saya: “Pengen aja. Emang nggak boleh?”). Nggak tau kenapa, saya menikmati sekali cerita-cerita Agatha Christie. Sama halnya seperti saya menikmati nonton ulang film drama romantis. Saya nggak pernah bosan tuh nonton misalnya You’ve Got Mail yang sudah diputar berulang kali di HBO, atau drama romantis lainnya kayak While You Were Sleeping, My Best Friend Wedding, One Fine Day. Saya sampai hapal beberapa bagian dialognya. Seneng aja gitu…
Tapi sebenarnya saya punya kiat buat menghabiskan my unread books. Misalnya kalau mau bepergian jauh dan berhari-hari (khususnya dalam rangka kerja), bawa saja satu buku yang selama ini kalau di rumah saya nggak berselera buat nyentuh. Pasti kan ada aja saat-saat manyun yang perlu buat diisi dengan kegiatan, kayak di dalam pesawat, di boarding room bandara, di kamar hotel menjelang tidur tapi belum benar-benar mengantuk. Mau nggak mau satu-dua bab terbaca juga buku itu. Atau, saat sakit. Terkapar seharian di tempat tidur salah satu alternatif kegiatan yang nggak menguras tenaga selain nonton TV ya baca. Ambil saja salah satu buku yang paling nggak menarik dan letakkan di tempat yang mudah terjangkau dari tempat tidur. And then, when you don’t have anything to do, when you have been tired of sleeping or bored with TV programs, and there’s nobody around to talk with or to do any favors (like get you a good book at the shelves), the only thing you can do would be reading that (uninteresting) book!
Masalahnya, kalau jadwal bepergian atau istirahat sakit kita cukup panjang, maka peluang untuk menghabiskan buku-buku tersebut pun makin besar. Namun, kalau kebetulan jadwal perjalanan tersebut pendek atau istirahat sakit kita ternyata nggak perlu lama karena kita sudah pulih dengan cepat sementara buku-buku tersebut belum habis terbaca, maka hanya akan ada dua kemungkinan: (1) kalau ternyata buku yang semula kita kira nggak menarik itu ternyata oke banget pas kita mencapai bagian tengah, kita akan tetap berusaha menyelesaikannya meski sudah mendarat atau sudah nggak sakit; (2) kalau buku itu ternyata benar-benar nggak menarik dari awal sampai mendekati dua pertiga isi buku, so what can I say? Jika seorang fashionista sejati saja bisa keliru memilih benda fashion yang hanya perlu dinilai dari penampilan luarnya saja, apalagi seorang bacamania yang untuk menilai bagus-tidaknya sebuah bacaan idealnya harus membaca isi bacaan tersebut terlebih dahulu???
DN
Sama,belum tamat2 baca buku itu sejak awal masuk kerja.
BalasHapusbuku yang mana?
BalasHapus