Selasa, 09 Maret 2010

Komik Tintin dan Asterix

Dari paruh kedua dekade 1990-an sampai sekarang mungkin merupakan masa keemasannya komik Jepang. Anak-anak saya aja lemari bukunya didominasi oleh komik Doraemon! Saya pernah coba membelikan mereka komik-komik era saya dulu (akhir tahun 1980an s.d. paruh pertama 1990an) kayak Tintin dan Asterix, tapi mereka nggak tertarik tuh.

Padahal dibanding komik Jepang, komik-komik ini lebih besar dan lebih colorful. Ceritanya juga lucu-lucu banget. Siapa remaja tahun 1980an yang nggak kenal wartawan Belgia kecil berjambul dengan anjing berbulu seputih salju yang selalu jalan disampingnya? Malah gaya rambut jambulnya itu sempat jadi trend di tahun 1990-an (inget Nico Siahaan?).

That’s Tintin and his dog, Snowy (versi Prancis: Milo), karya Herge. Seri petualangannya banyak dan lintas negara, malah pernah ke Indonesia segala (Penerbangan 714). Dan Tintin nggak berpetualang sendirian. Ada sahabatnya Kapten Haddock yang suka memaki, “Sejuta topan badai! Biang panu, anjing kurap, brontosaurus…!!!” Ada si kembar Thompson dan Thomson (versi Prancis: Dupont dan Dupond), yang belakangan baru saya tau bedanya, yaitu kalau yang pake ‘p’ ujung kumisnya lurus, sedangkan yang nggak pake ‘p’ ujung kumisnya melengkung. Ada Calculus (versi Prancis; Tournesol), professor jenius yang walaupun bolot dan ngeselin toh waktu dia diculik (Penculikan Calculus), Tintin dan Kapten Haddock sibuk nyariin setengah mati. Ada Chang sahabatnya dari China yang sempat ‘dipungut anak’ sama Yetti, si monster Himalaya (Tintin di Tibet). Dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya yang unik dan lucu: Bianca Castafiore si Burung Kutilang dari Milan yang narsis, Rastapopoulos penjahat abadi yang hidungnya kayak bekantan, Nestor si pelayan setia Kapten Haddock, Jolyon Wagg si agen asuransi pantang malu, Abdullah si ‘bandit kecil’ dari Timur Tengah. Ooh…how I adore the characters so much. They’re so funny!

Asterix juga nggak kalah lucu. Lucu banget malah. Tokoh prajurit Galia (Prancis jadul—jaman Romawi) yang diciptakan oleh Goscini (naskah) dan Uderzo (gambar) ini digambarkan berbadan kecil, berkumis besar, dan memiliki keberanian yang lebih mirip kumisnya daripada badannya. Dengan sahabatnya Obelix si pengantar menhir gendut yang jago makan dan kalau berantem nggak terkalahkan (karena dari bayi sudah pernah kecemplung di ramuan ajaib yang bikin orang yang meminumnya jadi super kuat!), Dukun Panoramix (versi Inggris: Getafix) yang jago bikin segala macam ramuan, Kepala Suku Abraracourcix (versi Inggris: Vitalstatistix) yang meskipun galak ternyata ISTI (ikatan suami takut istri), dan the one and only Assurancetourix (versi Inggris: Cacafonix) penyanyi rindu panggung yang nggak pernah dapet sambutan simpatik kalau sedang menyanyi , Asterix banyak berpetualang yang mengharuskannya bertempur dengan tentara Romawi yang namanya selalu berakhiran ‘-us ’ seperti: Akalbusyukus, Monchongmanchungus, Sapujebholus, atau Kemayus (untuk membedakan dengan orang Galia yang nama-namanya berakhiran '-ix': Komix, Semantix, Sexygenitix). Saya udah baca komik ini puluhan kali mulai versi Indonesia sampai versi Inggris, tapi tetap saja pada bagian tertentu saya masih tertawa terpingkal-pingkal. Favorit saya: “Asterix Prajurit Romawi” (Asterix the Legionary). Penulisan huruf hiroglif buat kata-katanya si ‘turis’ Mesir yang kesasar jadi prajurit Romawi itu pun sampai sekarang (kalau saya iseng-iseng baca lagi) masih bikin saya cekikikan sendiri...

Komik-komik tahun 1980-an yang lucu lainnya adalah Agen Polisi 212—si Arthur yang o’on, dan Lucky Luke—si koboy yang menembak lebih cepat dari bayangannya sendiri dengan kudanya Jolly Jumper dan musuh abadinya Dalton bersaudara serta anjing super o'on Rantanplan (lebih bodoh dari bayangannya sendiri!). Komik-komik lainnya kayak Arad dan Maya, Smurf dan Bob Napi Badung, nggak terlalu lucu. Yang ‘serius’ juga ada kayak Trigan buat yang cowok dan Nina buat yang cewek. Koleksi Nina saya nggak lengkap dan sekarang malah sudah raib nggak berbekas.

Sekarang saya lihat cuma Tintin dan Agen Polisi 212 yang dicetak ulang. Versinya juga diperkecil seukuran buku tulis, jadi nggak terlalu menarik. Tapi rasanya saya cukup ngerti kenapa anak-anak sekarang nggak terlalu tertarik dengan Tintin maupun Asterix. Pertama, dibanding komik Jepang, cerita Tintin terasa lebih dewasa dan ‘serius’ karena menggabungkan antara petualangan, misteri, ilmu pengetahuan dan politik. Ini seperti nonton kartun Homer Simpson. Kemasannya aja anak-anak (kartun), tapi isi ceritanya untuk konsumsi dewasa.

Kedua, setting-nya jadul (dan bersejarah!). Tintin banyak pake setting jaman Perang Dunia II, jaman Perang Dingin waktu Barat yang dipimpin AS masih bersitegang dengan Timur yang dipimpin Uni Soviet (Ekspedisi ke Bulan, Penjelajahan di Bulan, Bintang Jatuh). Asterix, meskipun ceritanya lebih ringan dan lebih kocak, modelnya kurang lebih sama: ada petualangan dalam sebuah konteks politik dan sejarah (masa kejayaan bangsa Romawi di bawah Julius Caesar). Kalaupun karakternya diambil dari parodi karakter riil, itu pun lebih banyak mengambil tokoh-tokoh jadul seperti the Beatles (Asterix di Inggris), Otto van Bismarck (Asterix dan Orang-orang Goth), Sean Connery/James Bond (Perjalanan ke Mesopotamia). Jadi yah, maklum saja kalau anak-anak sekarang bertanya: Dimana letak lucunya???

Saya masih menyukai komik-komik tersebut, karena mereka memang produk yang populer pada jaman saya. Jaman waktu komik Jepang belum ada, jaman waktu pilihan hiburan di rumah cuma antara: baca atau nonton TVRI. Tapi mungkin saja masih ada anak-anak remaja sekarang yang menyukai kedua komik ini. Saya aja yang nggak tau karena anak-anak saya memang masih usia Doraemon (8 dan 6 tahun). Yang jelas, saya yakin bahwa baik anak/remaja dulu maupun sekarang yang pernah membaca kedua komik tersebut memendam pertanyaan yang sama: berapa sih sebenarnya usia tokoh Tintin dan Asterix???

DN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar