Minggu, 21 Februari 2010

Sophie Kinsela: Penulis Chicklit Paling Lucu

Dari sekian banyak chicklit yang ditulis oleh berbagai pengarang yang pernah saya baca, juaranya menurut saya adalah Sophie Kinsela. Lucu abezzz…! Bener-bener cocok untuk bacaan ringan berspirit being single and happy (though I’m not single!).

Kadang saya bertanya-tanya, kenapa orang Inggris yang dikenal kaku dan nggak ekspresif sekalinya nglucu bisa kocak banget kayak Rowan Atkinson dan Sophie Kinsela? Ini sama halnya dengan orang Jepang yang dikenal sebagai bangsa yang kaku dan serius, siapa sangka ternyata mereka romantis banget giliran bikin sinetron dan nulis buku atau komik.

Saya nggak pernah bikin kriteria macam-macam dalam menilai bagus enggaknya sebuah buku chicklit. Yang penting menghibur. Toh chicklit memang tidak dimaksudkan sebagai karya sastra serius. Saya baca chicklit terutama saat sedang suntuk dan butuh pengalihan dari hal-hal lain yang sudah menyita pikiran dan perhatian saya secara berlebihan. Dan Sophie Kinsela terbukti mampu bikin saya terpingkal-pingkal. Lupa kalo satu jam yang lalu saya baru diomelin bos karena urusan kerjaan, lupa kalo saya sedang di negara orang, jauh dari keluarga dan dikelilingi oleh orang-orang yang bahasanya kayak alien, lupa kalo saya semalam cuma tidur kurang dari 3 jam karena begadang nemenin anak yang rewel karena sakit. Truly hilarious!

Ini daftar buku Sophie Kinsela ada pada koleksi saya dan nggak ada satu pun yang gagal bikin saya ketawa, minimal cengar-cengir sendiri kayak pelarian RSJ, waktu bacanya.

1. Can You Keep a Secret. Cerita tentang Emma si ratu bohong yang nyimpen banyak sekali rahasia yang berhubungan dengan orang-orang disekitarnya. Top lucunya, meski agak lebay karena bagaimana mungkin si Jake inget satu persatu ocehannya si Emma di pesawat tentang semua kebohongannya.

2. Serial si Gila Belanja atau Shopaholic. Cerita tentang Becky si ratu belanja yang bermasalah dengan guilty pleasure-nya yang satu ini dan terus berusaha mencari pemecahan yang efektif (tapi lebih banyak gagalnya). Paling lucu menurut saya ya buku pertama, The Confession of a Shopaholic, tapi lanjutannya (Shopaholic Goes to Manhattan, …Ties the Knot, …and Sister, …and Baby), juga lumayan, meski sesekali agak annoying kalo si Becky lagi kumat oon-nya.

3. The Undomestic Goddess. Cerita tentang Samantha, pengacara sukses yang melarikan diri karena tersangkut kasus di kantor dan ‘terdampar’’ di suatu kota kecil sebagai asisten rumah tangga yang sama sekali nggak berbakat. Saya nggak terlalu suka—a bit dirty, terutama bagian “Six minutes is a boiled egg.” Bagian yang serius tentang persoalan si Samantha dengan law firm-nya juga dangkal banget.

4. Remember Me. Cerita tentang si Lexi, yang kehidupan cinta maupun karirnya berprospek suram sampai suatu kecelakaan yang bikin dia amnesia membawa berbagai kejutan dalam kehidupannya yang baru. Ide ceritanya keren, jalinan ceritanya pun asyik. Welcome back Sophie!

5. Twenties Girl. Cerita tentang Lara, cewek tanpa aspek kehidupan istimewa yang dihantui sama arwah nenek-bibinya, Sadie, yang berpenampilan cewek tahun 1920an, dan penasaran nyariin kalungnya yang hilang. Menurut saya sejauh ini this is her best one. Ada bagian dimana saya terpingkal-pingkal waktu Lara dipaksa Sadie kencan sama Ed ala pemuda-pemudi tahun 20an, ada bagian dimana saya kepengen nangis waktu si Sadie akhirnya harus meneruskan ‘perjalanan’nya hanya dengan kata terakhir “Tally-ho!” Bagian misterinya yang melibatkan si Uncle Bill juga dapet. Gosh, she’s getting better and better, isn’t she?

Satu hal yang menurut saya khas Sophie: dia nggak jaim buat si tokoh utama. Coba bandingin sama Lauren Weisberger. Lauren selalu bikin si tokoh utama (Andrea—The Devil Wears Prada, Bette—Everyone Worth Knowing, atau Leigh—Chasing Harry Winston) the unreachable girl. Cakep, pinter, punya banyak pilihan (baik love life maupun karir) termasuk pilihan yang paling glamor, tapi teguh dalam pilihannya yang idealis. Ini mungkin karena Lauren menjadikan si tokoh utama cerminan dirinya sendiri (abis dalam banyak hal memang mirip banget, terutama latar belakang pendidikan dan pilihan karirnya: lulusan sastra Inggris dan terjun di dunia tulis menulis. Coba perhatiin deh).

Kalo Sophie enggak. Dia rela-rela aja bikin si tokoh utamanya konyol banget dan bahkan cenderung looser pada awalnya. Diputusin cowoknya, bermasalah karirnya, nggak dianggep di keluarganya. Tapi ada satu hal yang sadar atau nggak sadar merupakan persamaan dari karakter tokoh-tokoh Sophie (Emma, Becky, Samantha, Lexi, Lara): tulus dan banyak akal.

Bicara tentang perbandingan antara Sophie Kinsela dan Lauren Weisberger, ada yang menarik di sini. Di dua bukunya, Can You Keep a Secret dan Twenties Girl, tokoh utama pria Sophie (Jake dan Ed) adalah cowok Amerika. Dan saya bisa menangkap that Ms. Kinsela thinks that American guys with their accent are sexy. Sedangkan Lauren (yang asal Amerika) dalam Everyone Worth Knowing sempat memunculkan tokoh pria seorang playboy asal Inggris, Philip Weston, yang membuat saya menangkap that Ms. Weisberger thinks that British guys with their accent are sexy.

Hello...what's going on in here? Apakah orang Inggris dan Amerika saling mengagumi aksen masing-masing satu sama lain???

DN


2 komentar:

  1. Salam kenal...
    Yes,, I love chicklit,,gk perduli siapa pengarangnya,,yang penting ceritanya rame n suka yg lmyn kocak,,heee..:D
    * I think british guys with their accent more sexier than american guys*...:p

    BalasHapus
  2. Thanks Putrie! Kita satu selera kalau gitu...:)

    BalasHapus