Rabu, 04 Agustus 2010

Buku-buku yang diangkat ke Layar Lebar atau Kaca

Sudah jamak kalau para sutradara film mengambil ide buat produksi mereka dari buku-buku yang laris manis di pasaran. Terutama buku dengan plot yang dinamis atau dramatis, seperti buku-bukunya Dan Brown, John Grisham, atau Tom Clancy (ya iyalah, kebayang nggak buku-bukunya Pramudya Ananta Toer yang kaya bahan perenungan tapi jalan ceritanya cenderung datar, dijadikan film? Siapa yang mau nonton?). Dan sudah jamak juga kalau film-nya pun jadi ikutan laris karena para pembaca buku itu ingin ‘mencocokkan’ antara apa yang ada di imajinasi mereka dengan visualisasinya.

Tapi tidak jarang kita kecewa dengan versi visual dari buku-buku yang sudah kita baca. Saat membaca, sadar atau tidak, imajinasi kita sudah membayangkan sosok para tokoh ataupun setting peristiwa dan suasana yang diceritakan dalam buku tersebut. Jadi ketika kita disodorkan bentuk visualnya yang berbeda dengan apa yang sudah terlanjur ada di kepala kita, it’s natural if we then get disappointed.

Misalnya, saya kecewa berat waktu tahu ternyata pemeran Sirius Black di film Harry Potter adalah Garry Oldman. I mean, why him? Why not Brad Pitt? Or, if they needed a Brit, why not Jude Law (hehe…emang pantes?), or Ewan McGregor! Soalnya, Sirius Black itu kan digambarkan sebagai lelaki yang garang, slebor, tapi charming… Dan Gary Oldman jelas-jelas nggak memenuhi kreteria yang disebut terakhir!

Belum lagi kalo sang sutradara memotong-motong jalinan cerita untuk menyesuaikan dengan keterbatasan durasi film. Padahal ada bagian-bagian yang justru kita anggap menarik untuk divisualisasikan, tapi itu dilewati. Kayak di film Confession of Shopaholic yang banyak memotong bagian kegiatan shopping-nya si Becky yang banyak ditemui di buku, atau usahanya untuk menghemat atau menambah penghasilan dengan kerja sampingan. Padahal justru di situ letak kelucuan ceritanya, bahkan esensi dari sisi shopaholic-nya.

Tapi itu masih mending dibandingkan dengan jika sang sutradara ‘sok kreatif’ dengan menambahkan tokoh baru atau adegan baru yang tidak pernah ada dalam versi originalnya hanya untuk menambah efek dramatis cerita. Rasaya kok kita seperti ‘dikhianati’…Ingat tokoh yang dimainkan Tora Sudiro dalam film Laskar Pelangi sebagai Pak Guru SD PT Timah yang jatuh cinta sama Ibu Muslimah? Atau penambahan adegan Pak Kepsek SD Muhammadiyah Belitung yang dibuat meninggal di sekolah? Tidak ada di buku aslinya bukan?

Di lain pihak, ada juga kok sutradara yang piawai mengangkat sebuah cerita buku ke layar lebar secara mencengangkan dan sangat bisa diterima meski dengan improvisasi. Juaranya menurut saya Peter Jackson dengan Lord of the Ring! Sumpah, si Frodo dan desa Hobbitnya persis yang saya bayangkan. Malah penggambaran kampung perinya si Legolas sama tampang-tampang serem para pasukan Sauron (para Orc) they're all beyond my imagination! Belum lagi si Gollum atau Smeagol. Peter Jackson really deserves his Oscar!

Lainnya, serial Laura Inggalls di TVRI dulu juga oke! Meski Michael London sama sekali nggak ada mirip-miripnya sama tokoh Pa di buku yang gambarannya berbrewok lebat, tapi yah secara dia produsernya what could we say? Tapi masih oke-oke saja sih…Penggambaran rumah kecil di atas bukit, dengan padang bunga, kolam atau palung kecil di dekat rumah, dan juga kota kecilnya dengan toko kelontong Mr. Oleson, dapet banget!

Nah, sekarang pertanyaannya, ada nggak yah film yang lebih bagus dari cerita aslinya di buku? Maksudnya, kita lebih suka sama filmnya daripada versi bukunya.

Sejauh ini menurut saya film Julie and Julia bisa dijadikan kandidat. Film ini sebenarnya bukan murni diangkat oleh sutradara Nora Ephron dari satu buku, melainkan penggabungan otobiografi My Life is France-nya Julia Child—seorang ahli masak terkenal Amerika tahun 1950-an dengan spesialisai masakan Prancis—dan blog-nya Julie Powell yang merupakan dokumentasi pengalamannya mencoba resep-resep masakan Prancis dari bukunya Julia Child tahun 2000an. To me, that’s a brilliant idea! Karena kalau Nora hanya mengangkat cerita murni dari buku My Life is France-nya Julia Child, bakal boring banget! Secara gitu loh, biografi ibu-ibu juru masak tahun 1950-an yang kerjanya melulu keluar masuk rumah makan di Prancis buat nyoba-nyobain masakan untuk diuji ulang didapur sendiri! Tapi dengan kombinasi setting 2000an-nya Julie Powell yang terobsesi untuk menguasai resep-resep masakan Julia sampai suaminya bete, cerita jadi jauh lebih dinamis!

Satu lagi, film yang tokoh visualnya lebih oke dari bayangan yang saya ciptakan. Tak lain tak bukan…Robert Pattinson sebagai Edward Cullen di serial Twilight! It’s really beyond my expectation. He’s much much more good-looking than the Edward Cullen in my own version! Bravo Ms. Hardwicke (but for this casting only)…!

DN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar