Senin, 11 April 2011

Baca Buku Masak

Minggu ini adalah minggu yang super duper sibuk buat saya. Senin sampai Rabu saya tugas ke luar negeri. Kamis siang saya mendarat di bandara Sukarno Hatta dan langsung dapat panggilan untuk ke kantor. Jumat saya dan tim saya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan penting untuk minggu berikutnya plus menyiapkan meeting dengan the big boss untuk sore harinya.

Kalau sudah begini, I felt so ready to embrace a peaceful weekend with a nice book. Apalagi dengan segala kesibukan itu, saya hanya sempat membaca majalah dan surat kabar di sela-sela jadwal yang begitu padat.

Tapi, manusia berencana, Tuhan-lah yang menentukan. Baru saja saya mau bernafas lega setelah menyelesaikan semua tugas pada Jumat malam, saya dapat kabar dari rumah kalau anak sulung saya positif terkena cacar air. Pada saat yang bersamaan, satu orang asisten rumah senior (yang bertugas jaga anak dan memasak) mendadak dipanggil keluarganya di kampung karena ibunya sakit keras. Yang tersisa hanya si mbak yang kerja separuh hari untuk cuci-gosok dan beberes rumah. Hiks…

Oke-lah. No time for complaining. Ini saatnya saya membuktikan saya bukan seorang wanita yang mendedikasikan hidupnya hanya untuk karir, tapi juga seorang ibu rumah tangga yang dapat diandalkan oleh keluarganya! (jiaahh…suit, suit!)

So, no time for books as well
? Nggak juga ternyata. Saya toh pada akhirnya harus tetap membaca. Bukan membaca novel atau bacaan for relaxing lainnya, tapi membaca…buku-buku masakan! Yoi, ibu rumah tangga handal harus bisa menyajikan masakan lezat dan bergizi untuk keluarganya….

Jadi, Sabtu pagi sebelum anak-anak bangun, saya membongkar koleksi buku-buku resep masakan saya. Wuih, baru nyadar ternyata lumayan banyak juga lho (meski yang dipraktekin belum tentu sepersepuluhnya hehe…). Sebagian merupakan resep kue atau kudapan, sebagian lainnya resep lauk-pauk. Ada masakan padang, hidangan daging 'warisan kuliner indo belanda' (hmmh, ada kejadian apa ya sampai saya begitu ambisius membeli buku resep masakan-masakan ribet begini?), variasi sup ikan, soto nusantara (nah, yang ini lebih masuk akal, dan saya sudah mempraktekkan beberapa diantaranya), olahan bayam favorit anak (masaknya sih sukses, tapi tetap tidak berhasil menjadikan bayam sebagai makanan favorit anak-anak saya), menu sehat untuk hiperkolesterol dan hipertensi (ini proyek semusim waktu suami saya tiba-tiba ada keluhan darah tinggi dan kolesterol), resep pilihan nostalgia, hidangan idul fitri, dan…nah, ini favorit saya: masakan sedap ala kampung!

Sedap ala Kampung adalah buku resep seri Primarasa yang diterbitkan oleh Gaya Favorit Press (Femina). Sebagai penggemar masakan kampung, saya sudah mempraktekkan beberapa resep yang disajikannya seperti Gulai Ikan Asin, Tumis Genjer Tauco, Asem-asem Kulit Melinjo dan Bakwan Singkawang. Hmmh, maknyus! Mungkin karena saya memang pada dasarnya berbakat….:p. Tapi disamping resep-resep masakannya, saya senang membaca bagian pengantarnya yang akrab dengan memori masa kecil saya, diantaranya yang berbunyi seperti ini,

"Hidangan kampung sendiri biasanya menggunakan bahan yang harganya relatif murah, namun cukup bergizi. Bahkan, bahan-bahan ini kadang-kadang bisa diambil dari kebun atau halaman rumah, seperti genjer, timbul/keluih, daun melinjo, daun papaya, petai cina/mlandingan, daun talas, tekokak, leunca, dan lain-lain…"


Yap, di kampung masa kecil saya ada banyak rumah yang masih memiliki halaman luas yang ditanami sayur-mayur dan berbagai bumbu dapur. Tak jarang, orang menyiapkan hidangan makan siang dengan terlebih dahulu ‘memanen’ daun-daun sayur berikut bumbu-bumbuannya di halaman. Beberapa diantaranya bahkan tumbuh liar atau bukan karena sengaja ditanam. Ibu saya pernah panen jamur kuping yang tumbuh subur di sisa batang sirsak yang sudah ditebang di halaman belakang rumah. Saya lupa, masakan apa tepatnya yang dimasak oleh Ibu saya dengan sekeranjang penuh jamur kuping tersebut. Atau mungkin dibagikan ke para tetangga ya? Kalau bumbu-bumbu seperti sereh, jahe, tomat, cabe merah atau cabe rawit, ibu saya memang sengaja menanam di halaman depan atau belakang.

Sekarang, saya hanya punya belimbing sayur dan daun jeruk yang asli produksi halaman rumah sendiri. Lainnya? Beli di tukang sayur atau supermarket...

Kalau untuk resep kue atau kudapan, koleksi saya nggak terlalu banyak. Ada variasi puding istimewa (karena anak-anak saya gemar makan puding), mini meal (sebangsa makaroni, skotel, pai, dan sejenisnya—favorit si sulung), siomay, pempek dan otak-otak (favorit bapaknya anak-anak—tapi belum pernah kesampaian masak sendiri, tinggal beli sih), camilan garing, aneka muffin dan cupcakes. Dua yang terakhir bukunya dibeli dalam rangka mencari inspirasi bisnis kuliner. Tapi, yah…boro-boro mau ngurusin bisnis. Membagi dua perhatian antara rumah dan kantor pun masih setengah mati.

Tapi, sebenarnya saya memang bermimpi punya bisnis cupcakes. Saya penggemar cupcakes (favorit saya: cupcake jeruk). Menurut saya cupcakes itu makanan yang selain enak juga menarik. Bentuk dan warna-warnanya menggemaskan. Kalau suatu saat nanti saya berkesempatan untuk membuka usaha sendiri, maka yang pertama ada dalam bayangan saya adalah: semacam kedai sarapan yang menghidang minuman hangat seperti teh, kopi atau coklat, dengan makanannya muffin atau cupcakes buatan sendiri. Dan jangan lupa…ada rak buku dan majalah di setiap sudut untuk dibaca sambil menikmati makanan dan minuman pesanan. Asik kan?

Ada dua buku resep cupcakes yang saya miliki: "Cupcakes untuk Pemula" (Salma dan Hanni Handayani) dan "Resep Mudah Cupcakes Lezat" (Alvina Puspasari). Buku yang pertama, meski untuk pemula, fokusnya lebih ke bagaimana mengemas cupcakes untuk bisnis dengan hiasan yang menarik, terutama dengan plastic icing yang bisa dikreasi berbagai bentuk. Sementara variasi cake-nya sendiri cuma terbatas rasa vanilla, coklat, mocha dan palm sugar. Sedangkan buku yang kedua, penekanannya benar-benar kepada variasi rasa cake, seperti vanilla, coklat, mocha, jeruk, lemon, pandan, susu, madu, atau dengan campuran buah, corn flakes, kentang, tape, sampai ketan hitam. Sementara pilihan topping-nya hanya terbatas pada butter cream dan icing sugar.

Tapi jangan tanya berapa yang sudah saya praktekkan, karena...belum ada! Terus terang, saya lebih suka memasak lauk-pauk dibanding kue atau kudapan. Resep kue itu bagi saya terlalu kaku atau ‘mengikat’. Bahan-bahannya harus ditakar secara benar. Meleset sedikit, hasilnya bisa diluar harapan. Kalau masakan biasa atau lauk-pauk, kita masih bisa berimprovisasi sendiri sesuai selera. Mau dibuat lebih asin, lebih pedas, lebih asam, terserah.

Kembali ke rencana memasak saya di weekend tanpa si mbak ini. Jadi, setelah membaca, menimbang, mengingat dan seterusnya, saya memutuskan untuk memasak: bakso kuah campur lobak. Hehe…bukan karena saya kebingungan atau mau cari yang gampang, tapi bakso adalah favorit si sulung yang sedang sakit. Jadi saya memilih untuk memasak makanan yang bisa membangkitkan selera makan si sulung agar dia cepat pulih.

See
, saya seorang ibu yang handal kan? :D

DN

2 komentar:

  1. yaah, jangan cuma baca, mbak..jangan lupa dikirim ke sini.

    BalasHapus
  2. Apanya yang dikirim Yud? Bukunya atau masakannya? :)

    BalasHapus